Surat #1



Kepada : Nur
Dari      : Gadis insomnia


Selamat malam Nur

Hari ini aku ingin membuat cerita karangan berupa cerpen, cerbung, novel atau semcamnya. Seharian aku mematut diri di depan layar komputer dan tidak mendapatkan inspirasi apa-apa. Aku jadi ingat katamu dulu bahwa komponen terpenting dari sebuah cerita adalah konflik, hal yang akrab  dengan masalah dan pertentangan itu.

 “Harus tentukan konfliknya apa dulu” katamu.

Kalau dipikir – pikir sepertinya tidak hanya pada cerita fiksi ya nur?! Di laporan penelitian pun  rumusan masalah jadi bagian paling penting sebagai landasan pemikiran untuk memberi kontribusi berupa penyelesaian pada akhir penelitian kita. Kayaknya kamu bener deh nur, kalau konflik itu bagian paling menarik di dalam sebuah cerita, terlebih tentang bagaimana cara kita menguraikannya.

Tapi di dunia nyata aku membencinya, aku lebih memilih menghindarinya nur, konflik sangat merepotkan, kadang pertentangan timbul hanya karena perbedaan persepsi kita tentang suatu hal, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Bisa mengusik kehidupan sosial kita dengan orang-orang yang bertentangan tersebut, apalagi jika itu orang terdekat kita, hubungan menjadi canggung nur, seperti ada perang dingin atau bahkan perang terang – terangan. Rasanya sangat tidak mengenakkan, lebih baik aku menjadi pecundang lalu menghindarinya. Ketenangan batin tetaplah lebih penting bagiku.

Baiklah nur mungkin ceritaku hanya akan berupa narasi deskripsi, menceritakan apapun yang aku pahami dari panca indera, rasa dan logikaku saja, aku terlalu malas menetapkan konflik yang menarik.

Aku akan mendeskripsikan suasana malam ini saja nur :

-

Malam menjadi semakin dingin, Suara kendaraan di jalan tol yang berkilometer jauhnya terdengar dari rumahku, menandakan kecepatan rambat suara di udara bertambah jumlahnya, lalu kemudian menjadi hening, sepi membawa ingatan tentangmu padaku, yang sering duduk berbincang disini sampai larut malam, membicarakan apa saja, bertukar pikiran yang cenderung berbeda, membawa perspektif baru, cerita yang kamu bawa dari perantauanmu ke timur pulau jawa, aku dengan elektronika dan kamu dengan informatika, aku yang pemurung dan sulit berteman dengan kamu yang riang dan mudah berkawan. Aku yang sering menangis dan kamu yang membuatku tertawa. Untuk kemudian menangis lagi karena mengingat semua ini.

Ketika tengah malam sudah habis, aku mengantarmu ke ambang pintu untuk berpamitan. Kamu bilang “aku pamit ya, besok aku balik Malang”. Aku mengulurkan tangan, menjabat tanganmu, hangatnya mengalir ke tanganku yang dingin. Motormu mulai meninggalkan jalanan rumahku dan dalam hati aku berdoa kamu selamat sampai rumah yang jaraknya hampir 40 kilometer dari sini.

Terlalu banyak perbedaan yang kita miliki kadang membuat aku berpikir ada rasa cinta yang lebih besar melampauinya, tapi saat menghitung perbedaan itu, ternyata aku juga menghitung mundur waktu untuk mengucapkan selamat tinggal.

-

Sekian nur, itu cerita pengantar tidur yang baik kan? Besok aku akan mengirimi kamu surat lagi, jangan bosan membacanya

You Might Also Like

0 komentar