Meromantisasi Makanan Pinggir Jalan



Semalam aku pergi dengan temanku, Mbak Yuni namanya, dari siang dia nyepam chat ngajak makan mie ayam. Entah apa yang merasuki wanita ini, sejak kemarin lusa dan kemarin malam sudah makan mie ayam tapi malam ini lagi-lagi ngajak makan mie ayam.

Aku mengajaknya ke salah satu warung mie ayam favoritku, pemiliknya bernama Pak Min jadi nama warungnya Mie ayam Pak Min. Letak warungnya cukup jauh dari rumah, kalau kesana harus lewat 2 kampung yang berbeda, menyebrangi jembatan jalan tol, kondisi jalanannya gelap dan kanan kirinya kebun tegalan pas lewat situ aku pasti mendongeng cerita horor supaya mbak Yuni takut, hihihi.

Mie ayam pak min langgananku memang punya citarasa yang lezat sampai siapapun yang kuajak makan di sini pasti kecanduan termasuk manusia satu ini. Mie ayam pak Min sangat laris padahal kedainya sangat kecil hanya berisi dua bangku kayu panjang yang masing-masing bisa diduduki 4 orang, jadi total hanya 8 orang yang bisa makan di tempat itu, posisinya di dalam kampung persis di samping rumahnya, bahkan tidak ada lahan parkir yang memadahi, hanya tempat kecil disamping got yang hanya muat satu kendaraan.



Dinding warungnya terbuat dari terpal warna biru tua yang dibuat menjadi tenda dengan bantuan rusuk bambu, di kanan kiri dipasang spanduk partai bekas pilkada , muka bapak-bapak caleg dengan raut wajah penuh optimisme menyambut kami ketika duduk di kedai itu, pak caleg memelototi kami ketika makan, kadang aku berkelakar menawari pak caleg makan mie "Kok Liat-liat terus pak? Mauu?" menyodorkan mie dengan sumpit, emang sedikit sinting akutu. hehe

Berbicara makanan adalah berbicara tentang selera, berbicara selera berarti berbicara tentang apa saja faktor yang membuat kita lebih condong kepada sesuatu. Jika makanan dan selera digabungkan maka akan ada indikator seperti rasa, harga, porsi, dan kebersihan yang menjadi bahan pertimbangan. Selera bagi setiap orang tentu saja berbeda jadi seleraku bisa jadi tidak sama dengan seleramu, jadi sah sah saja.

Nah seleraku itu makan di pinggir jalan soalnya dari segi harga, rasa, porsi sangat sangat pas dan alhamdulillahnya nih selalu nemu tempat makan pinggir jalan yang enak lebih banyak dari yang zonk.

Makan di pinggir jalan dimana yang berjualan adalah para pedagang kecil, membuat kita turut andil dalam perbaikan ekonomi keluarga mereka. Misal nih hasil dagangan mereka digunakan untuk menyekolahkan anaknya bahkan sampai anak tersebut kuliah dan lulus sebagai sarjana, untuk menafkahi istri mereka, kehidupan mereka dan lain sebagainya. Tentu ini ekonomi berbasis kerakyatan (anjir lah sok iye bicara ekonomi segala wkwk). 

Soalnya prinsipku buat apa sih makan di restaurant di mall mall, di cafe, di tempat fancy yang tempatnya doang bagus buat foto-foto tapi citarasa makanannya zonk dan harganya menguras kantong, dan biasanya tempat seperti itu dimiliki oleh para pemodal besar yang menargetkan konsumen yang sangat banyak untuk lebih memperkaya mereka. Sungguh sangat kapitalis. Kadang sebel gitu harganya mahal tapi masakannya kayak gak tulus alias sad food gitu bentuknya gak sesuai seperti  gambar di buku menu mereka, tampilan aslinya sangat tidak menggugah selera apalagi citarasanya.

KZL jadinyaaaa.
Makanan pinggir jalan lebih mantep.

Kalau menurutmu gimanaaaa?


You Might Also Like

2 komentar

  1. dewalt titanium drill bit set, brass core - TITanium Art
    dewalt titanium drill bit set. The metal core is made from titanium earrings hoops the finest titanium shift knob titanium rock from a top brass ridge wallet titanium core titanium ring that is used to craft many babylisspro nano titanium spring curling iron modern shaving implements. The

    BalasHapus